Oleh : Taufiq Ismail
ami telah menerima surat saudara
Dan sangat paham akan isinya
Tetapi tentang pasal penyerahan
Itu adalah suatu penghinaan
Konvoi sejam lamanya menderu
Di kota. Api kavaleri memancar-mancar
Di roda-rantai dan aspal
Angin meniup dalam panas dan abu
Abu baja. Nyala yang menggeletar-geletar
Sepanjang suara
Kami yang bertahan
Beberapa ratus meter jauhnya
Bukanlah serdadu-serdadu bayaran
Atau terpaksa berperang karena pemerintahan
Kebebasan manusia di atas buminya
Adalah penyebab hadir pasukan ini
Dan pasukan-pasukan lainnya
Impian akan harga kemerdekaan manusia
mengumpulkan seorang tukang cukur, penanam-penanam sayur
gembala-gembala, (semua buta huruf) kecuali dua anak SMT
sopir taksi dan seorang mahasiswa kedokteran
dalam pasukan
di pos terdepan ini
Terik dan lengang dipandang tak bertuan
Abu naik perlahan dari bumi
Bumi yang telah diungsikan
Guruh dari jauh, konvoi menderu
Suara panser dan tank-tank kecil
Mengacukan senjata-senjata baru
Kami tidak punya batalion paratroop
Cadangan sulfa, apalagi mustang dan lapis-baja
Kami hanya memiliki karaben-karaben tua
Bahkan bambu pedesaan, ujungnya diruncingkan
Pasukan ini tak bicara dalam bahasa akademi militer
Tidak juga memiliki pengalaman perang dunia
Tetapi untuk kecintaan akan kebebasan manusia
Di atas buminya
Pasukan ini sudah menetapkan harganya
Sebentar lagi malampun akan turun
membawa kesepian ajal adalam gurun
Tidakkah engkau bisa menempatkan diri
sebentar, di tempat kami
Memikirkan bahwa ibumu tua diungsikan
tersaruk-saruk berjalan kaki
Setelah rumah-rumah di kampungmu dibakari
setelah adik kandungmu ditembak mati
Adakah demi lain, yang mengatasi
demi kemanusiaan ?
Adakah ?
Di seberang sini berjaga pengawalan
Tanpa gardu dan kemah, berbaju lusuh dalam semak
Dialah yang terdepan dengan sepucuk Lee & Field
Dialah huruf pertama dari Republik
Indonesia,
Th XV, No. 2
17 Agustus 1965
Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air
ami telah menerima surat saudara
Dan sangat paham akan isinya
Tetapi tentang pasal penyerahan
Itu adalah suatu penghinaan
Konvoi sejam lamanya menderu
Di kota. Api kavaleri memancar-mancar
Di roda-rantai dan aspal
Angin meniup dalam panas dan abu
Abu baja. Nyala yang menggeletar-geletar
Sepanjang suara
Kami yang bertahan
Beberapa ratus meter jauhnya
Bukanlah serdadu-serdadu bayaran
Atau terpaksa berperang karena pemerintahan
Kebebasan manusia di atas buminya
Adalah penyebab hadir pasukan ini
Dan pasukan-pasukan lainnya
Impian akan harga kemerdekaan manusia
mengumpulkan seorang tukang cukur, penanam-penanam sayur
gembala-gembala, (semua buta huruf) kecuali dua anak SMT
sopir taksi dan seorang mahasiswa kedokteran
dalam pasukan
di pos terdepan ini
Terik dan lengang dipandang tak bertuan
Abu naik perlahan dari bumi
Bumi yang telah diungsikan
Guruh dari jauh, konvoi menderu
Suara panser dan tank-tank kecil
Mengacukan senjata-senjata baru
Kami tidak punya batalion paratroop
Cadangan sulfa, apalagi mustang dan lapis-baja
Kami hanya memiliki karaben-karaben tua
Bahkan bambu pedesaan, ujungnya diruncingkan
Pasukan ini tak bicara dalam bahasa akademi militer
Tidak juga memiliki pengalaman perang dunia
Tetapi untuk kecintaan akan kebebasan manusia
Di atas buminya
Pasukan ini sudah menetapkan harganya
Sebentar lagi malampun akan turun
membawa kesepian ajal adalam gurun
Tidakkah engkau bisa menempatkan diri
sebentar, di tempat kami
Memikirkan bahwa ibumu tua diungsikan
tersaruk-saruk berjalan kaki
Setelah rumah-rumah di kampungmu dibakari
setelah adik kandungmu ditembak mati
Adakah demi lain, yang mengatasi
demi kemanusiaan ?
Adakah ?
Di seberang sini berjaga pengawalan
Tanpa gardu dan kemah, berbaju lusuh dalam semak
Dialah yang terdepan dengan sepucuk Lee & Field
Dialah huruf pertama dari Republik
Indonesia,
Th XV, No. 2
17 Agustus 1965
Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air
Tidak ada komentar:
Posting Komentar